Ternate
tak hanya memiliki potensi wisata luar biasa yakni: bertemunya pantai indah dengan gunung, benteng-benteng
bersejarah , Kedaton Sultan Ternate,atau kuliner yang lezat,. Namun Ternate menyimpan
keajaiban dua dunia yakni cengkeh dan Wallace.
Melalui
cengkeh berkualitas tinggi yang dimiliki Ternate, plus Tidore tentunya,
kolonialisme Belanda di Indonesia lahir dan tumbuh subur. Sementara itu melalui
manuskrip si jenius Wallacea, lahirlah teori evolusi Charles Dawrin yang sangat menggetarkan dan
menggemparkan dunia, serta lahirnya Garis Wallace
Bagaimana
eksistensi keajaiban masa lalu itu pada era kekinian, berikut catatan
perjalananku yang melakukan Cultural Trip
selama tiga hari (8-10 Desember) ke Ternate dan Tidore. Cultural Trip merupakan
hadiah yang diberikan Dji Sam Soe kepada kami para pemenang lomba
tulis Gemah Rempah Maha Karya Indonesia 2014
Cultural
trip yang dipandu tim Gelar Nusantara (Bram, Ratih, Mala), dan mendapat dukungan
penuh tim Media Consultant, Imogen PR
(Widi Wahyu Widodo, Nurhasan, dan Ahmad Theoreza) ini juga diikuti
sejarahwan dan peneliti UI, JJ Rizal,
budayawan Ternate Bongkie, dan timPublic Relation Djie Sam Soe (Adinda Kuntoro & Ara). Ikut juga dewan juri Putu Fajar Arcana dan mbak Venus
***
“Kalau
boleh dikatakan tanpa cengkeh mugkin Indonesia tidak pernah ada,” kata
sejarahwan UI, JJ Rizal. Rempah-rempah
Indonesia ini sudah selayaknya masuk ke dalam kategori “mahakarya” bumi
Nusantara.Mahakarya ciptaan Tuhan ini mampu melahirkan mahakarya-mahakarya baru
ciptaan manusia, mulai dari karya sastra hingga konsep politik lahirnya negara
Indonesia.
Begitu
berartinya cengkeh dalam sejarah panjang negeri ini. Begitu pentingnya keberadaan Ternate dalam
khazanah sejarah negeri ini. Cengkeh telah menggores peradaban, mempengaruhi
banyak tradisi dan kebudayaan, serta menjadi komoditas penting dalam
industrialisme Eropa.
Namun, jejak keemasan rempah-rempah, itu
seakan tak terasa ketika kita memasuki Ternate. Di bandara Sultan Babullah,
sebagai pintu gerbang utama memasuki Ternate saja, tak ada isyarat identitas
yang mencerminkan adanya kejayaan masa lalu cengkeh. Begitu juga ketika kita
memasuki kota.
Memang, ada sebuah tugu berbentuk cengkeh,
tetapi tak “bunyi”. Demikian pula jajaran pepohonan cengkeh tak ada banyak
ditemui di kota ini. Tak ada jejak-jejak peninggalan yang menggambarkan dahulu
di sini pernah menjadi pusat perdagangan dan sentra cengkeh. Tak ada
tanda-tanda pusaka nusantara ini pernah mejadi pemantik yang membius Eropa
untuk menguasai nusantara.
Cengkeh Afo
Namun, nuansa itu mulai mengalir ketika kita
memasuki kawasan Air Tege-Tege, Kelurahan Kelurahan Marikurubu, Kecamatan
Ternate Tengah. Sejak memasuki gerbang
desa, pohon cengkeh dan pala tumbuh berjajar di kiri kanan jalan, juga di
antara rumah-rumah warga. Memang ketika kami datang, aroma khas bunga cengkeh
belum menyengat karena memang belum musim panen. “Namun cengkeh berbunga setiap
tahunnya,” kata Basri, warga kota di kaki Gunung Gamalama ini.
Makin ke
atas bukit, pohon –pohon cengkeh dan pala makin banyak.Menjelang puncak bukit,
di sebuah area kita menemukan cengkeh Afo 2. “Disebut afo 2 karena di puncak
sekali terdapat cengkeh afo 1,” jelas Bongky Maulana Ibrahim dari Ternate Herritage
Society (THS).
Melihat posisinya, Afo 2 pasti memiliki keistimewaan
khusus. Pohonnya dinding semen
sedemikian rupa, meski sudah banyak yang rusak.
Untuk mencapai kawasan ini terdapat tangga/undakan yang lumayan tinggi.
Pemandangan cukup indah. Kita harus
melalui jalan setapak yang mngikuti kontur tanah berbukit dan meliuk-liuk.
Menurut
Bongky, di perkebunan ini terdapat empat generasi cengkeh yakni Afo 1 dan Afo 2 yang telah mati termakan usia,
serta dan Afo 3 dan Afo 4 yang saat ini
masih tumbuh. Afo generasi pertama telah berusia lebih dari 400 tahun dan sudah
mati, dan hanya menyisakan
puing-puingnya saja, berada di ketinggian sekitar 650 mdpl atau berbatasan
dengan area hutan Gunung Gamalama.
Sedangkan Afo generasi kedua menyisakan satu
pohon yang masih bisa dilihat meskipun sudah mati. Letak pohon Afo dua ini,
berada di ketinggian sekitar 400 mdpl dengan umur sekitar 200 tahun.
“Sebetulnya belum ada catatan pasti kapan cengkeh Afo ini pertama kali tumbuh. Bisa jadi sebelum Afo 1, sudah ada varietas cengkeh lain mengingat dalam cerita sejarah bangsa Cina dan Arab sudah datang ke Ternate ini sejak abad-abad permulaan,” kata Bongky.
“Sebetulnya belum ada catatan pasti kapan cengkeh Afo ini pertama kali tumbuh. Bisa jadi sebelum Afo 1, sudah ada varietas cengkeh lain mengingat dalam cerita sejarah bangsa Cina dan Arab sudah datang ke Ternate ini sejak abad-abad permulaan,” kata Bongky.
Pohon Afo2 yang masih bisa kita saksikan itu relatif
besar, dengan tinggi sekitar 20 meter dan ukuran garis tengahnya sekitar 1,2
meter dengan lingkar batang lebih dari 3 meter. Berbeda dengan Afo generasi
pertama yang konon memiliki ukuran lebih besar, yakni 36,60 meter dengan garis
tengah garis tengahnya 1,98 meter. Sedangkan lingkaran batang Afo1 yang cukup
besar,4,26 meter. Semasa hidupnya hingga 1990-an, cengkeh Afo 1 bisa menghasilkan buah cengkeh 600 kilogram.
Pohon
Cengkeh Afo yang tumbuh di kaki pengunungan Gamalama, Ternate, Maluku Utara,
tidak hanya dimanfaatkan buahnya. Masyarakat Ternate khususnya, sangat terbantu
dengan kehadiran cengkeh ini untuk menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman
banjir dan erosi hutan.
Akarnya
yang kuat mengikat tanah menjadikan cengkeh
Afo menjadi penjaga hutan untuk mencegah erosi. Cengkeh Afo juga memiliki ketahanan yang lebih
tinggi terhadap hama penyakit. Batang-batangnya cukup besar, kokoh dan tahan
lama. Ini terbukti dari masa tumbuhnya
yang bisa bertahan hingga ratusan tahun. Cengkeh Afo memiliki kadar minyaknya
banyak dan biji-biji buahnya besar. Karena itu, petani cengkeh di Malut cukup
antusias menanam varietas cengkeh Afo, lebih diminati dari varietas lain.
Sejak
punahnya generasi cengkeh Afo 1, pemerintah setempat kemudian mengupayakan agar
jenis cengkeh ini bisa tetap dipertahankan. Karena itu, dilakukanlah peremajaan
cengkeh Afo dua, tiga dan empat dengan melestarikan anakan cengkehnya. Secara
resmi, peluncuran varieta cengkeh Afo sudah dilakukan Pemprov Malut pada 2010.
Lorong Wallaceae
Di salah satu sutu kota Ternate,
terdapat sebuah lorong bernama Lorong Wallace. Menurut JJ Rizal dan Bongky,
nama ini diabadikan untuk mengenang Alfred Russel Wallace. “Sampai sekarang letak persis kediaman
Wallace itu tidak tahu dimana, tapi dipastikan di lorong ini,” kata Rizal.
Keberadaan loronrg ini mungkin tak
sebesar nama Wallace. Namun, penetapan nama tersebut menunjukkan adanya ikatan
historis antara Wallace dan Ternate. Nama Alfred Russel Wallace mungkin tidak
dikenal di luar komunitas ilmiah, Namun ia memiliki kontribusi besar terhadap
lahirnya Teori Evolusi Charles Darwin.
Bahkan, Wallace dan Darwin
berkolaborasi pada gagasan seleksi alam dan mempresentasikan temuan mereka ke Linnean Society di London. Wallace, sang naturalis yang tidak
berpendidikan itu, pengagum berat Darwin. Ia mengirimkan berbagai manuskrip
hasil penelitiannya kepada Darwin. Manuskrip yang sangat mempesona Darwin.
“Darwin justru menemukan missing link dalam
teori-teorinya pada manuskrip Wallace meskipun Darwin menerbitkan bukunya On
the Origin of Species sebelum Wallace bisa mempublikasikan karyanya,” jelas
Rizal
Wallace
sendiri mendapat pujian karena dalam
perjalanannya melintasikepulauan Indonesia,, melalui data yang ia kumpulkan dengan mempelajari
flora dan fauna di daerah, menemukan hipotesis yang mencakup bagian yang
disebut Garis Wallace.
Garis
Wallace adalah garis khayal di Indonesia antara Kalimantan dan pulau untuk
dekat timur, Sulawesi. Jalur ini memiliki makna ekologi karena memisahkan dua
daerah zoogeological yang masing-masing terkait dengan Asia dan Australia.
Untuk sebelah barat garis, fauna lebih cenderung ke Asia. Untuk bagian timurnya, lebih mirip dengan
fauna Australia.
Alasan
untuk garis adalah parit laut dalam yang telah lama menjadi jurang antara kedua
pulau selama jutaan tahun. Tanpa itu, mereka akan telah secara berkala
terhubung saat Zaman Es menyebabkan permukaan laut lebih rendah sebanyak 120
meter (394 kaki), yang menghubungkan Kalimantan dengan daratan Asia dan Sulawesi
dengan Australia.
Batas
Garis Wallace menandai titik di mana ada perbedaan dalam spesies di kedua sisi
garis. Untuk sebelah barat garis, semua spesies adalah sama atau berasal dari
spesies yang ditemukan di daratan Asia. Di sebelah timur garis, ada banyak
spesies yang keturunan Australia. Sejalan adalah campuran dari dua spesies dan
banyak hibrida dari spesies khas Asia dan spesies Australia lebih terisolasi.
Benteng Bersejarah
Benteng Tolukko
Menyelusuri jejeak
kejayaan cengkeh mau tak mau memaksa
kita harus mengunjungi benteng-benteng yang ada di Ternate yakni Benteng Tolukko, Benteng Oranje, Benteng
Kalamata, Benteng Kotanaka, Benteng Santo Y Pablo (Fort Kota Janji), dan
Benteng Nustra Se Nohra Del Rosario (Kastela)
Hal ini karena cengkeh adalah alasan bangsa Barat membangun
benteng pertahanan di Ternate. Benteng itu menjadi saksi betapa cengkeh menjadi
komoditas berharga yang dipertahankan dengan segala cara. Sayangnya benteng-benteng
ini tidak terawatt dengan baik.
benteng Kalimata
Padahal benteng-benteng ini memiliki bangunan yang kokoh dan
sangat eksotik. Benteng-benteng ini
berada di pinggir laut, terletak di bawah kaki gunung Gamalama, serta
menghadap ke jajaran Pulau Halmahera yang indah. Menikmati hembusan angin laut
dan sajian tari-tarian tradisional Ternate sambil mengunyah kuliner sedap
Ternate sungguh pengalaman berkesan. Sekali lagi, sangat disayangkan potensi
wisata ini tidak dirawat dengan baik. Rumput-rumput, lumut- lumut di dinding
menjadi penanda. Bahkan, pemugaran yang dilakukan pemda setempat justru
dikeluhkan banya sejarahwan dan budayawan karena pemugaran dinilai dilakukan serampangan hingga nilai historisnya hilang.
Istana Sultan Ternate
Dan, perjalanan budaya ini akan makin sempurna dengan
mengunjungi istana Sultan Ternate . Sultan merupakan sosok penting dalam
perlawanan rakyat Ternate melawan Belanda. Istana Kesultanan Ternate terletak di dataran pantai di Kampung
Soa-Sio, Kelurahan Letter C, Kodya Ternate, Provinsi Maluku Utara. Letak
Istana Kesultanan Ternate tidak jauh dari pusat kota
Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur nusantara
sejak abad XIII hingga abad XVII. Di masa keemasannya, yakni pada abad
XVI, kekuasaan kesultanan membentang mulai dari seluruh wilayah di
Maluku, Sulawesi Utara, kepulauan-kepulauan di Filipina selatan, hingga
kepulauan Marshall di pasifik.Istana ini dipagari dinding berketinggian lebih dari 3 meter, yang menyerupai benteng. Di lingkungan istana ini juga terdapat komplek pemukiman raja dan keluarganya, dan komplek makam para pendahulu kesultanan. Istana bergaya Eropa yang menghadap ke arah laut ini, berada dalam satu komplek dengan mesjid kesultanan yang didirikan oleh Sultan Hamzah, Sultan Ternate ke-9.
Desain interior istana penuh dengan hiasan emas. Di ruang kamar bagian dalam terdapat peninggalan pakaian dari sulaman benang emas yang mewah, perhiasan-perhiasan dari emas dan kalung raksasa dari emas murni, mahkota, kelad bahu, kelad lengan, giwang, anting-anting, cincin, dan gelang yang hampir kesemuanya terbuat dari emas. Hal ini merupakan indikator bahwa Kesultanan Ternate pernah mengalami masa kejayaan.
Di samping itu, istana megah ini juga menyimpan, merawat dan memamerkan benda-benda pusaka milik kesultanan, seperti senjata (senapan, meriam kecil, peluru-peluru bulat, tombak, parang dan perisai), pakaian besi, pakaian kerajaan, topi-topi perang, alat-alat rumah tangga, dan naskah-naskah kuno (Al-Quran, maklumat, dan surat-surat perjanjian).





Tidak ada komentar:
Posting Komentar