Pada tulisan sebelumnya (berjudul : Dua Keajaiban dari Ternate) , aku sudah menyinggung soal Lorong Wallace, di Kota Ternate. Setelah membaca ulang tulisan tersebut, aku merasa kurang puas. Tulisan itu masih terlalu sedikit untuk menggambarkan tentang kebesaran Wallace di masa lalu, dalam realitas kekinian di Kota Ternate.
Betapa tidak, seorang Wallace, yang begitu kesohor, ternyata hanya diabadikan untuk sebuah lorong. Ironis banget deh.
Ya, Lorong Wallace. Lorong sangat sederhana ini teretak di salah satu sudut kota Ternate, Maluku Utara, tepatnya di Jalan Juma Puasa, Kelurahan
Sentiong, Kecamatan Ternate Tengah.
Menurut
sejarahwan/ peneliti, JJ Rizal dan, Ketua Ternate Heritage Society Bongky Maulana,
, nama lorong diabadikan untuk mengenang
Alfred Russel Wallace. “Sampai sekarang letak persis kediaman
Wallace itu tidak tahu dimana, tapi dipastikan di lorong ini,” kata Rizal yang bersama saya dan teman2 para pemenang lomba tulis Gemah Rempah Maha Karya Djie Sams Soe mengunjungi Ternate dan Tidore selama 3 hari (8-10 Desember 2014)
Keberadaan
loronrg ini mungkin tak sebesar nama Wallace. Lebar lorong itu hanya sekitar 2,5 meter, dengan
aspal yang mulai megelupas. Di kiri kanannya terdapat rumah-rumah warga dengan
bangunan biasa-biasa saja.
Namun,
penetapan nama tersebut menunjukkan adanya ikatan historis antara Wallace dan
Ternate. Nama Alfred Russel Wallace mungkin tidak dikenal di luar komunitas
ilmiah, Namun ia memiliki kontribusi besar terhadap lahirnya Teori Evolusi
Charles Darwin.
Bahkan,
Wallace dan Darwin berkolaborasi pada gagasan seleksi alam dan mempresentasikan
temuan mereka ke Linnean Society di
London.
Wallace melakukan
perjalanan riset di mulai dari sungai Amazon( 1846). Hasil penjualan koleksi
serangga selama di Amazon dijadikan modal untuk menjelajahi Nusantara.
Selama delapan tahun (1854 - 1862) ia
menjelajah berbagai wilayah di Nusantara.
Catatan perjalanannya menjadi buku
berjudul The Malay Archipelago. Selama
ekspedisinya di Nusantara, diperkirakan dia menempuh jarak tidak kurang dari
22.500 kilometer, dan mengumpulkan 125.660 spesimen fauna.
Ia menyelamatkan
catatannya dengan mengirimnya ke Inggris melalui pos kapal-kapal dagang Eropa,
termasuk ketika singgah di Pulau Ternate antara tanggal 8 Januari 1858 dan 25
Maret 1858. Saat di Ternate ia ia terserang malaria naun ia tetap memaksakan
diri menulis surat dan mengirimkan kepada ilmuwan pujaannya, Charles Darwin di
Inggris.
Surat Wallace dari Ternate kepada
Darwin itu kemudian dikenal sebagai Letter from Ternate. Surat itu menjadi
terkenal karena disertai makalah yang diberi judul On the Tendency of Varieties
to Depart Indefinitelty from the Original Type.
Dari makalah itu, Wallace mengemukakan
pemikirannya mengenai proses seleksi alam mempertahankan suatu spesies di
dunia. Spesies yang mampu bertahan disebut Wallace sebagai hasil kelangsungan
yang terbaik atau yang paling memiliki kemampuan bertahan tidak akan punah.
Itulah kerangka dasar pemahaman
seleksi alam yang diletakkan Wallace saat itu. Akhirnya pemikiran itu menunjang
teori evolusi yang dipopulerkan Darwin melalui bukunya The Origin of Species
tahun 1859, satu tahun setelah penulisan makalah Wallace.
Pada tanggal 1 Juli
1858, kawan-kawan Darwin, Charles Lyell dan Joseph Hooker, merekayasa pertemuan
ilmiah di Linnean Society dan mendeklarasikan Darwin dan Wallace sebagai penemu
dasar evolusi.
Wallace,
sang naturalis yang tidak berpendidikan itu, memang pengagum berat Darwin. Ia
mengirimkan berbagai manuskrip hasil penelitiannya kepada Darwin. Manuskrip
yang sangat mempesona Darwin.
“Darwin
justru menemukan jawaban atas missing
link dalam teori-teorinya pada manuskrip Wallace meskipun Darwin menerbitkan
bukunya On the Origin of Species sebelum Wallace bisa mempublikasikan
karyanya,” jelas Rizal.
Garis Wallace
Tak hanya
berkontribusi pada teori Darin, Wallace juga
mendapat pujian karena dalam perjalanannya melintasikepulauan
Indonesia,, melalui data yang ia
kumpulkan dengan mempelajari flora dan fauna di daerah, menemukan hipotesis
yang mencakup bagian yang disebut Garis Wallace.
Garis Wallace
adalah garis khayal di Indonesia antara Kalimantan dan pulau untuk dekat timur,
Sulawesi. Jalur ini memiliki makna ekologi karena memisahkan dua daerah
zoogeological yang masing-masing terkait dengan Asia dan Australia. Untuk
sebelah barat garis, fauna lebih cenderung ke Asia. Untuk bagian timurnya, lebih mirip dengan
fauna Australia.
Alasan untuk
garis adalah parit laut dalam yang telah lama menjadi jurang antara kedua pulau
selama jutaan tahun. Tanpa itu, mereka akan telah secara berkala terhubung saat
Zaman Es menyebabkan permukaan laut lebih rendah sebanyak 120 meter (394 kaki),
yang menghubungkan Kalimantan dengan daratan Asia dan Sulawesi dengan
Australia.
Batas Garis
Wallace menandai titik di mana ada perbedaan dalam spesies di kedua sisi garis.
Untuk sebelah barat garis, semua spesies adalah sama atau berasal dari spesies
yang ditemukan di daratan Asia.
Di sebelah timur garis, ada banyak spesies yang
keturunan Australia. Sejalan adalah campuran dari dua spesies dan banyak
hibrida dari spesies khas Asia dan spesies Australia lebih terisolasi.
Begitu hebatnya
seorang Wallace. Namun, sayangnya, di Kota Ternate, jejak nama besar Wallace
itu hanya berbentuk sebuah lorong. Nama pada sebuah lorong ini mungkin tak begitu memberi banyak makna. Bahkan, bukan tidak mungkin ada saja warga yang tak paham mengapa lorong itu diberi nama Wallace.
Eksistensi seorang Wallace mungkin akan tampak begitu "Terhormat" jika disematkan dalam perspesktif lebih luas misalnya dalam bentuk Tugu Wallace. Sekadar pembanding, adanya tugu khatulistiwa di Balikpapan, yang menjadi juga suatu kebanggaan warga setempat.
Eksistensi Tugu Wallace apalagi jika dituliskan pula tentang Wallace di sana, mungkin akan menjadi sebuah kebanggaan, bahkan menjadi magnet pemanggil wisatawan, utamanya wisatawan sejarah. Karena dengan jelas, dalam bisunya, dia bercerita tentang sejarah emas. Ia menjadi penanda, dan penanda itu masih bisa dirasakan karena hingga detik ini Garis Wallace--salah satu penemuan brilian Wallace masih diakui di dunia.






